Budaya Musim Pancaroba di Kalimantan: Fenomena Hujan Es & Puting Beliung

Banjarmasin Kalimantanpost.online - 
Panas itu kekuatan, panas itu energi penggerak, pemicu perubahan. 

Manusia dan makhluk seluruh alam tak akan pernah berhenti mencari energi untuk berubah dan beradaptasi. 

Akan tetapi kenapa bila membahas pemanasan global langsung paranoid...? Efeknya bisa jadi penyakit psikosomatis, di ungkap kan Sri Naida Komunitas Ambin Batang Banjarmasin.

Kepala langsung pusing, ketakutan dan juga terbayang advokasi dan protes warga terhadap perusahaan yang diduga pemicu efek rumah kaca, kerusakan hutan lahan, pola bahuma dan berkebun tradisional pemicu kebakaran.

Dalam diskusi online pada hari  senin tanggal 23 Maret 2022 di sampaikan Indonesia di daerah Khatulistiwa seakan sudah mengalami empat musim.

Musim Hujan pada Bulan Desember- Pebruari, Musim Pancaroba pertama Maret sampai Mei, Musim kemarau Juni sampai Agustus dan Pancaroba Hujan September sampai Desember.

Kenapa musim pancaroba jadi penting di bahas? Padahal musim pancaroba banyak di ingatkan dalam pepatah leluhur dan juga pembacaan perubahan alam yang dikenal dengan pendekatan budaya.
Sri Naida, komunitas Ambin Batang Banjarmasin menyebutkan, “Jamak di berbagai daerah membaca tanda alam salah satunya apabila buah kapas dari pohon randu telah pecah, maka pertanda awal musim kemarau. 

Udara lebih dingin, daylight hampir sama dengan daynight yaitu dua belas jam. Akan tetapi suhu tinggi siang hari, malam lebih dingin. Akan tetapi pohon kapuk randu sudah tak ada lagi di tanam. 

Sebab kapuk sebagai bahan pembuat kasur untuk istirahat berubah dengan kasus busa atau air, atau sisa serabut plastik.

Di Pulau Jawa tanda kemarau panjang bila daun pepohonan mulai meranggas, atau berjatuhan tapi pohon tidak mati. 

Secara ilmiah juga disebutkan permukaan air mulai menyusut, bila di kota-kota pinggir laut, maka air laut akan intrusi sehingga sumur atau air anak sungai cenderung asin. 

Ada lagi fenomena hujan di beberapa daerah Tercatat selama pandemi, tahun 2020 di kota Pontianak, Palangkaraya terjadi hujan es. 

Tahun 2021 di Kota Samarinda, Banjarmasin dan Kabupaten Tanah laut. Bandingkan dengan kota-kota di pesisir pulau Jawa seperti Jakarta, Serang dan Semarang hampir setiap tahun. BMKG menyebutkan adanya pemicu terjadinya hujan es adalah gaya angkat massa udara yang kuat akibat adanya pemanasan yang kuat sebelumnya, sehingga uap air dengan mudah naik ke atas menjadi awan cumulonimbus yang besar, menjulang tinggi dengan dasar awan yang rendah maka terjadilah tetes air.

Pemicu lain yang ekstrik pada pemanasan global adalah karena deforestasi atau pengrusakan hutan, kekeringan yang panjang, polutan pabrik-pabrik ekstrasi, atau mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. 

Kajian mendalam sudah dilakukan lebih seratus tahun dengan data yang cukup lengkap. 

Dampaknya perubahan ekosistem, keragaman hayati punah dan manusia juga berubah.

Kembali kepada manusia dan budaya, seharusnya kita sanggup dan cepat beradaptasi, dua tahun pandemi menjadi salah satu perubahan, bahwa penyakit massal dan membunuh mudah menyebar. 

Semua negara yang ada di abad ke-20 dan abad ke-21 ini seakan gagap.” Sri Naida juga wakil Forum PRB API menambahkan. Padahal saat ini pemerintah juga menggerakkan Forum Pengurangan Resiko Bencana Adaptasi perubahan Iklim atau Forum PRB-API seluruh Indonesia. 

Partispasi masyarakat yang menggabungkkan kekuatan bergerak dan mengelola kekayaan budaya lokal harusnya di fasilitasi pemerintah. 

Sehingga capaian perubahan iklim dapat menjadi pola pikir yang menguatkan dan tidak membuat paranoid warga.

Pengetahuan tradisional dengan pendekatan budaya perlu digiatkan, agar pada masa pancoraba sudah di persiapakan. 

Seharusnya pada musim kemarau, kita arif menyimpan makanan dan air, melalui teknologi sederhana. 

Tak lupa membatasi pemakaian air yang tidak perlu, utamakan air untuk makan-minum. 

Saran para ahli memakan lebih banyak buah berair dan mengurangi kegiatan terpapar panas matahari menyengat. 

Apabila hendak rekreasi musim ini sangat baik, terutama untuk mengunjungi keluarga ataupun kegiatan alam lainnya. 

Biasanya petani mulai bertanam jam lima pagi, sehingga jam sepuluh sudah selesai, artinya musim kemarau bekerja lebih pagi. 

Musim pancaroba menjelang musim hujan lebih unik lagi, harus disiapkan seperangkat alat seperti jukung, perahu karet, obat-obatan peralatan penyelamatan diri karena meningkatnya kemungkinan bahaya banjir dan angin puting beliung tiba musim penghujan, kita sudah persiapan. 

Siklus pancaroba dan musim yang manifes ekstrim kemarau dan hujan sudah kita hadapi. 

Segera ada lembar tutorial dan pola penanganan - evakuasi yang standar, di berikan secara terpadu melalui medsos dan lainnya. 

Berulang-ulang agar semua lapisan masyarakat paham kita menghindari manusia meninggal dan alam makin hancur.

Jadi alam tetap akan berubah, chaos juga tak bisa dihindari, tapi kita manusia selalu lebih unggul, kita pasti bertahan dengan mengubah pola pikir, bersama manusia lain membangun kesepakatan sosial - budaya untuk menjalankan, serta tetap kokoh seperti soul power energi untuk mentaati hukum dan menjaga lingkungan tutup Sri Naida.(***)

Belum ada Komentar untuk "Budaya Musim Pancaroba di Kalimantan: Fenomena Hujan Es & Puting Beliung"

Posting Komentar